Rabu, 02 November 2016

PROSPEK BMT DALAM KOMPETENSI LEMBAGA KEUANGAN DI INDONESIA


PROSPEK BMT DALAM KOMPETENSI LEMBAGA KEUANGAN DI INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
BMT (Baitul Maal Wat Tamwil) adalah salah satu model lembaga keuangan syariah (LKS) paling sederhana yang saat ini banyak muncul dan tenggelam di indonesia. Keberadaan BMT dengan jumlah yang signifikan pada beberapa daerah di indonesia tidak didukung oleh faktor-faktor pendukung yang memungkinkan BMT untuk terus berkembang dan berjalan dengan baik. Fakta yang ada dilapangan menunjukkkan banyak BMT yang tenggelam dan bubar.
Dengan melihat fenomena di atas, perkembangan BMT dipandang belum sepenuhnya mampu menjawab problem real ekonomi yang ada di kalangan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor lain, belum memadainya sumber daya manusia yang terdidik dan profesional, menyangkut manajemen sumber daya manusia dan pengembangan budaya serta jiwa wirausaha (entrepreneurship) bangsa kita yang masih lemah, permodalan (dana) yang relatif kecil dan terbatas, adanya ambivalensi antara konsep syariah pengelolaan BMT dengan operasionalisasi di lapangan, tingkat kepercayaan yang masih rendah dari umat Islam dan secara akademik belum terumuskan dengan sempurna untuk mengembangkan lembaga keuangan syariah dengan cara sistematis dan proporsional. Kompleksitas persoalan tersebut menimbulkan dampak terhadap kepercayaan masyarakat tentang keberadaan BMT diantara lembaga keuangan konvensional.
Padahal bila dilihat dari latar belakang berdirinya, BMT merupakan jawaban terhadap tuntutan dan kebutuhan kalangan umat Muslim. Kehadiran BMT muncul di saat umat Islam mengharapkan adanya lembaga keuangan yang berbasis syariah dan bebas dari unsur riba yang dinyatakan haram. Jika melihat data pertumbuhan BMT di Indonesia terus meningkat dengan pesat, menurut Suharto (CEO Permodalan BMT Center), perkembangan BMT tahun 2010 tumbuh rata-rata dari sisi aset dalam kisaran 35%-40%, financing to deposit ratio (dana yang disalurkan) juga masih sekitar 100%. Indikasinya dapat dilihat dari sekitar 210 juta penduduk Indonesia dengan 84% pemeluk Islam, terdapat sedikit saja yang mau memanfaatkan fasilitas kredit berbunga dari bank konvensional. Sebaliknya mereka lebih suka mencari jalan lain di luar lembaga perbankan untuk segala keperluan bisnisnya. Hal ini membuktikan lembaga BMT dapat diterima oleh masyarakat sebagai lembaga yang dapat memberdayakan masyarakat kecil.
Eksistensi lembaga keuangan syariah sejenis BMT, jelas memiliki arti penting bagi pembangunan ekonomi berwawasan syariah terutama dalam memberikan solusi bagi pemberdayaan usaha kecil dan menengah serta menjadi inti kekuatan ekonomi yang berbasis kerakyatan dan sekaligus menjadi penyangga utama sistem perekonomian nasional. Hal ini menunjukkan peranan BMT sangat berarti bagi masyarakat karena BMT merupakan suatu lembaga mikro syariah yang mampu memecahkan permasalahan fundamental yang dihadapi oleh pengusaha kecil dan menengah khususnyadi bidang permodalan. BMT tidak hanya berfungsi dalam penyaluran modal tetapi juga berfungsi untuk menangani kegiatan sosial.[1]

  1. Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dan konsep dasar BMT ?
2.      Bagaimana cara LKMS BMT untuk memperdayakan masyarakat miskin ?
3.      Bagaimana BMT sebagai Rumah Sosial dan Rumah Pembiayaan ?
4.      Bagaimana cara mengembangkan kelembagaan BMT ?
5.      Bagaimana prospek dan tantangan LKMS BMT ?
6.      Bagaimana Prospek Strategi dan Kendala LKMS BMT ?

















BAB II
PEMBAHASAN

  1. Pengertian dan konsep dasar Baitul Maal Wa Tamwil (BMT)
Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) berasal dari dua kata yaitu Baitul Maal yang artinya lembaga keuangan berorientasi sosial keagamaan yang kegiatan utamanya menampung serta menyalurkan harta masyarakat yang berupa zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) berdasarkan ketentuan yang ditetapkan AL-Qur’an dan Sunnah Rosul-Nya. Sedangkan Baitul Tamwil adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menghimpun dana masyarakat dalam bentuk tabungan (simpanan) maupun deposito dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah melalui mekanisme yang lazim dalam dunia perbankan.[2]
Berdasarkan definisi di atas dapat ditarik kesimpulan Baitul Maal wa Tamwil (BMT) adalah suatu lembaga keuangan mikro syariah yang menggabungkan unsur profit motive dan unsur nirlaba (sosial) dalam kegiatan usahanya yang dijalankan sesuai dengan ketentuan syariah serta mempunyai tujuan menampung dana umat islam yang begitu besar dan menyalurkannya kembali kepada umat islam terutamapengusaha-pengusaha muslim yang membutuhkan bantuan modal untuk pengembangan bisnisnya. Sehingga ia tidak dapat dimanipulasi untuk kepentingan bisnis atau mencari laba (profit), mandiri ditumbuhkembangkan secara swadaya dan dikelola secara profesional. Aspek Baitul Maal, dikembangkan untuk kesejahteraan anggota terutama dengan penggalangan dana ZISWA (zakat, infaq, sedekah, Waqaf dll) seiring dengan penguatan kelembagaan BMT.
Sifat usaha BMT yang berorientasi pada bisnis dimaksudkan supaya pengelola BMT dapat dijalankan secara proporsional, sehingga mencapai tingkat efisiensi tertinggi. Aspek bisnis BMT menjadi kunci sukses mengembangkan BMT. Dari sinilah BMT akan mampu memberikan bagi hasil yang kompetitif kepada deposannya serta mampu meningkatkan kesejahteraan para pengelolanya sejajar dengan lembaga lainnya. Sedangkan aspek sosial BMT berorientasi pada peningkatan kehidupan anggota dan masyarakat sekitar yang menumbuhkan dengan bentuk pemberian fasilitas pembiayaan kepada para nasabah berdasarkan prinsip syariah, seperti murabahah, mudharabah, musyarakah, qardl dll. (Ridwan, 2004:129).[3]
  1. LKMS dan pemberdayaan Masyarakat Miskin
Lembaga Keuangan Mikor Syariah (LKMS) seperti BMT dengan ekonomi rakyat memiliki banyak persamaan. Konsep ekonomi rakyat menjadi kata kunci dalam studi keuangan mikro karena dianggap cocok untuk menangani kemiskinan di dunia tiga. LKMS memiliki target untuk pemberdayaan masyarakat Muslim didunia ketiga. Dalam studi-studi pembangunan, konsep keuangan mikro dianggap sesuai untuk pembangunan desa. Layanan keuangan mikro adalah sejumlah jasa pelayanan keuangan seperti kredit, pinjaman, dan jasa pembayaran untuk orang miskin dan kelompok keluarga pendapatan rendah serta usaha kecil yang mereka miliki. Layanan semacam ini dianggap sebagai usaha penanggulangan kemiskinan yang efektif karena memberikan akses kepada masyarakat miskin untuk memperoleh kredit bagi usaha kecilnya. LKMS seperti BMT adalah salah satu LKM di Indonesia yang potensial menyediakan layanan keuangan mikro.
Kebanyakan BMT bersedia membiayai usaha yang baru dan sedang tumbuh di lingkungannya. Hal semacam ini sangat jarang dilakukan oleh perbankan, baik yang konvensional maupun syariah. Perbankan biasanya lebih berminat untuk membiayai usaha yang sudah mapan (sustainable). Pengertian mapan disini bukan berkaitan dengan besar atau kecilnya nominal pinjaman, namun dengan penilaian atas tahap perkembangan usaha yang bersangkutan. Usaha yang sedang tumbuh, apalagi yang baru mulai dijalankan, biasanya ditandai dengan belum terkonsolidasinya laporan keuangan. BMT pada umumnya cukup berani melakukan pembiayaan terhadap usaha yang belum mapan, dimana perhitungan ekonominya tidak hanya berdasar proyeksi dengan data-data masa lalu. Para pengelola BMT cukup terlatih untuk melakukan penilaian kelayakan usaha dengan metode silatuhrami. Salah satu kuncinya adalah kedekatan mereka dengan para anggota/nasabah melalui kunjungan kekeluargaan, sekaligus pula dengan sektor riil yang mereka geluti. Tentu saja tidak sepenuhnya atas dasar naluri atau kedekatan personal, perhitungan rasional tetap dilakukan. Para pengelola BMT juga secara sadar telah mempelajari dan menerapkan teknik-teknik yang umum dikenal dalam sistem keuangan.
Atas dasar kenyataan ini maka BMT tidak hanya bertujuan meningkatkan taraf kesejahteraan hidup masyarakat tapi juga mengajarkan nilai-nilai moral agama, seperti tidak malas, larangan terhadap bunga (riba), menjunjung tinggi kejujuran dan kedermawaan dengan mengeluarkan zakat, infaq dan sedekah (ZIS). Oleh karena itu, peranan BMT tidak semata-mata melatih masyarakat kecil bagaimana cara berusaha yang baik agar memperoleh keuntungan dalam usahanya, tapi juga mengajarkan moralitas dan etika dalam masyarakat. Intinya, LKMS atau BMT dan umumnya lembaga keuangan syariah mencoba menggabungkan aspek individualitas dengan kolektivitas dalam perspektif islam. Dengan prinsip keadilan dalam islam, dimana dalam harta terdapat hak individu, hak Allah dan hak sesama. Islam mengakui sistem hak milik pribadi secara terbatas. Artinya, islam melarang setiap usaha apa saja yang mengarah ke penumpukan kekayaan yang tidak layak dalam tangan segelintir orang, karena kekayaan harus tersebar ke sesama manusia dengan baik.
Salah satu upaya strategis untuk mengentaskan tingkat kemiskinan tersebut adalah melalui LKM. Keberadaan LKMS seperti BMT dalam memperdayakan masyarakat miskin dapat diandalkan jika melihat potensi BMT sebagai sumber pembiayaan bagi pelaku usaha mikro dan kecil yang umumnya adalah kelompok miskin. Berikut adalah daftar BMT yang tergolong berhasil:
Tabel 2. Daftar BMT Berasset Milyaran
No
Nama BMT
Jumlah Asset
1.
BMT Dinar di Karang Anyar
Rp 31 Milyar
2.
BMT Ben Taqwa di Jawa Tengah
Rp 30 Milyar
3.
BMT Bina Usaha Sejahtera (di Lasem Jawa Tengah)
Rp 28 Milyar
4.
BMT MMU ( di Pasuruan JATIM)
Rp 17 Milyar
5.
BMT Marhamah (Wonosobo)
Rp 13 Milyar
6.
BMT Baitur Rahman (di Bontang, KALTIM)
Rp   6 Milyar
7.
BMT Tumang (di Boyolali)
Rp   4 Milyar
8.
BMT PSU Malang
Rp 5,6 Milyar
Sumber : Pinbuk (2005)
Tabel diatas menunjukkan beberapa BMT yang telah berkembang sangat pesat dengan jumlah asset miliaran. Peran LKMS ini dalam menyediakan kredit pinjaman untuk usaha mikro dan kecil (UMK) sangat potensial mengingat perbankan belum maksimal melakukannya. Peluang UMK memperoleh kredit perbankan kecil, atau bahkan hampir tidak ada sama sekali. Mereka juga tidak punya agunan dan tidak pandai membuat proposal.[4]
  1. LKMS : Sebagai Rumah Sosial dan Rumah Pembiayaan
LKMS dalam bentuk BMT misalnya, berfungsi ganda sebagai lembaga sosial dan juga berorientasi keuntungan. Dalam sejarah islam, Baitul Maal (Rumah Sosial) sudah dikenal di Jazirah Arab yaitu pada zaman Nabi Muhammad dan para sahabatnya (Khulafaurrasyidin) untuk membuat suatu sistem ekonomi yang berkeadilan dan membantu kaum miskin (dhuafa).
Di tingkat mikro, penyedia layanan keuangan dan kredit mikro bagi UMKM adalah LKMS non formal, BMT. Dikalangan lembaga pembina, BMT distilahkan sebagai Balai Usaha Mandiri Terpadu (BUMT). Lembaga ini dirancang sebagai lembaga yang menjalankan dua fungsi, baitul maal (Rumah Sosial) dan baitul tamwil (Rumah Pembiayaan). BMT merupakan lembaga keuangan mikro miliki masyarakat, didirikan oleh masyarakat dan beroperasi di lingkungan masyarakat lokal. Menurut situs pinbuk, BMT ialah lembaga keuangan masyarakat yang bertujuan untuk mendukung kegiatan usaha rakyat bawah dan kecil, dan dijalankan berdasarkan syariah islam.
Ada 2 fungsi BMT untuk menjalankan operasionalnya yang meliputi sebagai berikut:
1.      BMT sebagai Baitul Maal adalah lembaga keuangan yang kegiatan pokoknya menerima dan menyalurkan dana umat islam yang berasal dari zakat, infaq, dan sedekah (ZIS). Penyalurkannya dialokasikan kepada mereka yang berhak (mustahiq), sesuai dengan aturan agama dan sesuai dengan manajemen keuangan modern. Dalam mengelola dana ZIS ini, BMT tidak mendapatkan keuangan finansial, karena hasil zakat misalnya tidak boleh dibisniskan BMT. Dalam jasa keuangan BMT, dana dari ZIS, terutama kategori infaq dan sadoqah disalurkan dalam bentuk qardhul hasan. Sementara kategori zakat disalurkan sebagai dana sosial yang tidak boleh dikomersialkan, tapi diperuntukkan bagi kelompok mustahiq (penerima zakat) seperti fakir miskin, anak yatim piatu dan manula.
2.      Sedangkan BMT sebagai Baitul Tamwil adalah lembaga keuangan umat islam yang usaha pokoknya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan dan menyalurkan lewat pembiayaan usaha-usaha masyarakat yang produktif dan menguntungkan BMT. Dengan demikian, selain menghimpun dana masyarakat, melalui investasi/tabungan, kegiatan Baitul Tamwil adalah mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan pendapatan usaha pengusaha. Selain unit simpan pinjam, BMT juga bisa secara langsung bergerak di bidang usaha sektor riil, seperti toko serba ada, peternakan, perikanan, jasa warung telekomunikasi (wartel), ekspor impor, kontraktor dan sebagainya.
Adanya dua fungsi BMT tersebut mengharuskan pengelola BMT untuk memiliki syarat-syarat khusus. Dalam buku pedoman BMT yang diterbitkan Pinbuk dinyatakan bahwa kualifikasi pengelolaan koperasi syariah BMT ialah,
1.      Memiliki landasan iman yang kuat dan sikap keikhlasan.
2.      Amanah, jujur dan berakhlak mulia.
3.      Mampu bekerjasama dalam suatu pekerjaan, khususnya dalam menumbuhkan dan memajukan BMT.
4.      Bekerja secara profesional.
5.      Minimal berpendidikan D3 (tapi sebaiknya S1).
6.      Berasal dari daerah sekitar BMT dan memang tinggal di sekitar BMT itu.
Dua syarat utama diatas ini menjadi syarat utama sebagai pengelola BMT. ”Bila iman tipis dan sikap tidak amanah, jangan sekali-kali menjadi pengelola BMT”.
Sedangkan peranan BMT, sebagaimana bisa dilihat pada visi dan misi Pinbuk, diharapkan akan memberikan kontribusi yang signifikan bagi pembangunan ekonomi kerakyatan.
1.      BMT akan berperan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan pendapatan masyarakat yang ada gilirannya membantu mengatasi kesenjangan ekonomi dan membantu pemulihan krisis ekonomi Indonesia.
2.      BMT akan mampu menjadi landasan pembangunan koperasi sebagai wadah ekonomi rakyat yang tangguh dan mengakar dalam masyarakat. BMT diharapkan akan meningkatkan mutu dan kemampuan pembangunan koperasi sehingga peranannya lebih nyata dalam kehidupan ekonomi, baik di perkotaan apalagi di pedesaan.
3.      BMT secara signifikan mendukung gerakan ekonomi kerakyatan yang dicanangkan GBHN. BMT akan mampu berkembang menjadi usaha ekonomi rakyat melalui pengembangan kewiraswaataan, penyediaan sarana dan latihan, bimbingan dan permodalan agar dapat meningkatkan usahanya sesuai dengan peraturan perunddang-undangan.
4.      BMT mendukung program pencapaian peningkatan semangat kebersamaan dan manajemen yang lebih profesional. BMT berperan dalam menggerakkan peran aktif masyarakat dengan menigkatkan kesadaran, kegairahan dan kemampuan berkoperasi seluruh lapisan masyarakat.
5.      BMT berperan dalam menumbuhkan sikap kemandirian dalam masyarakat Indonesia melalui peningkatan peran serta rakyat, efisiensi dan produktifitas rakyat dalam rangka peningkatan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan lahir batin.
6.      BMT terlihat penuh dalam program nasional dalam meningkatkan kemampuan dan peran usaha kecil, karena BMT secara signifikan memberi modal usaha kepada pengusaha kecil disamping memberikan modal usaha kepada pengusaha kecil disamping memberikan pembinaan manajerial.
Berangkat dari peranannya ini, semestinya BMT juga diberikan peluang yang sama dengan LKM lain dalam program penerusan (linkage program) pemerintah seperti untuk menyalurkan program-program pemberdayaan masyarakat miskin seperti; Jaring Pengaman Sosial (JPS), Kredit Usaha Rakyat (KUR), Kredit Usaha Tani (KUT), Subsisdi BBM dan seluruh penyaluran dana untuk rakyat miskin. Selain tenaga-tenaga BMT cukup terlatih dalam manajemen dana dengan pembukuan yang standar, BMT juga tampil sebagai lembaga alternatif karena menawarkan sistem teknologi keuangan syariah yang sesuai dengan nilai-nilai setempat.
Kesimpulan bab ini adalah bahwa melibatkan kembali elemen-elemen agama dalam sistem dan praktek ekonomi akan menjadikan kegiatan-kegiatan ekonomi menjadi lebih melekat secara sosial (socially embedded). Masyarakat beraktivitas ekonomi dalam mencapai kepentingan-kepentingan mereka berlandaskan pada sistem kebudayaan setempat, nilai-nilai keagamaan dan kebutuhan-kebutuhan riil mereka di tingkat akar rumput. Prinsip-prinsip Islam (syariah) dalam ekonomi islam melalui pratek LKMS memiliki keterkaitan dengan konsep ekonomi substansif dan ekonomi kerakyatan yang sudah banyak didiskusikan oleh para pakar ekonomi di dunia maupun di Indonesia. Keterkaitan atau interkoneksitas ini ada karena ekonomi Islam mengedepankan niali-nilai agama, mengutamakan keadilan dan kesejahteraan bersama antara pemilik modal dan peminjamnya, menjalin hubungan antara kelompok kaya dan masyarakat miskin atas dasar nilai-nilai kebersamaan (ta’awun).
  1. Pengembangan Kelembagaan (Institutional Capacity Building)
Dalam bukunya, Victor nee (1998: xv) mengatakan bahwa pendekatan institusional baru ini melihat kembali ide tentang rasionalitas yang terikat dengan konteks social. Nee memfokuskan pemikirannya pada persoalan keselarasan (compliance) dan ketidakselarasan (decoupling) antara aturan informal dan formal dalam mempengaruhi perubahan kelembagaan.
Dengan mengacu pada konsep Nee maka pengembangan kelembagaan adalah upaya untuk menyelaraskan antara kelembagaan-kelembagaan tradisional yang bersifat memaksa melalui peraturan perundang-undangan dan adanya hirarki serta struktur kerja organisasi. Oleh karena itu, pengembangan kelembagaan kepada LKMS dapat berbentuk bantuan manajemen organisasi seperti penerapan SOP, bantuan pendanaan, bantuan teknik, bantuan pendidikan dan pelatihan, serta penguatan jaringan. Pengembangan kelembagaan terkait jugga dengan pengembangan kapasitas (capacity building) yang mencakup:
1.      Kelembagaan
2.      Pendanaan
3.      Pelayanan
Upaya pengembangan kelembagaan ini akan mengatasi persoalan kebanyakan LKMS yang dimiliki yayasan atau LSM mengenai keberlanjutan kegiatan mereka.
Dari segi kelembagaan dan pendanaan, BMT bisa melakukan Linkage Program anatara Bank Syariah dan BPR Syariah, atau bermitra dengan lembaga donor asing dan pemerintah. Program kerjasama ini merupakan langkah yang paling utama kondisi UMKM (skala kecil, agunan terbatas, tidak berbadan hukum, letak jauh, dan adminitrasi lemah) sangat sulit dijangkau oleh Bank Syariah (biaya tinggi, risiko tinggi, persyaratan legal, sulit menjangkau, dan kesulitan menilai usaha). Keberadaan LKMS seperti BMT sangat diperlukan sebagai mediasi antara sektor UMKM dengan pihak Bank Syariah. Hal ini dikarenakan karakteristik BMT sangat cocok dengan kebutuhan UMKM, yaitu:
1.      Menyediakan layanan tabungan, pembiayaan, pembayaran, deposito.
2.      Fokus melayani UMKM.
3.      Menggunakan prosedur dan mekanisme yang kontekstual dan fleksibel.
4.      Serta berada di tengah-tengah masyarakat kecil atau pedesanaan.
BMT yang berfungsi sebagai kepanjangan tangan Bank Syariah ( channeling agent) dapat menyalurkan pembiayaan yang telah diamanahkan kepadanya sehingga Bank Syariah sendiri tidak perlu takut menanggung resiko yang sangat besar.
Sebagai akibat dari pengembangan kelembagaan, lembaga keuangan syariah seperti bank syariah dan BMT diperkenankan untuk memilki struktur organisasi yang sama dengan lembaga keuangan konvensional, misalnya adanya dewan komisaris dan direksi untuk bank, dan dewan pengurus, direktur serta manajer bagi BMT. Dalam struktur organisasi lembaga keuangan syariah harus ada Dewan Pnegawas Syariah (DPS). Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank.Hal ini untuk menjamin efektifitas pendapat atau opini ynag dikemukakan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena itu, biasanya penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, setelah para anggota Dewan Pengawas Syariah itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional (DSN).
Dari segi pelayanan, LKMS harus mendesain layanan kredit dan keuangannya semenarik mungkin sehingga bisa menarik masyarakat untuk menjadi nasabah. LKMS melalui produknya harus mampu menyakinkan masyarakat bahwa produk yang ditawarkannya lebih baik dari yang lain, misalnya; proses pemberian pinjaman tidak berbelit-belit, persyaratan agunan tidak ketat dan lain sebagainya. Untuk mengukur aspek ini, kita bisa melihatnya dari jumlah anggota aktif, jumlah calon anggota, jumlah penabung, jumlah peminjam dari kelompok usaha tertentu, berapa rata-rata pinjaman dan lain sebagainya.
Kesimpulannya, nilai-nilai keagamaan atau kelembagaan (institusi) menjadi semacam “rules of the game” (aturan main) bagi LKMS dalam menerapkan prinsip syariah dalam pengembangan kelembagaannya. Dengan pelembagaan nilai-nilai keagamaan ini, maka LKMS dibandingkan dengan LKM konvensional sangat berbeda dalam beberapa hal. Persamaannya adalah, keduanya sama-sama berorientas keuntungan. Sehingga dari sisi teknis sama dalam hal penerimaan uang, mekanisme tranfer, teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum untuk memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan dan sebagainya. Disamping itu, antaraLKMS dan LKM konvensional memiliki perbedaan yang sangat prinsipal, yakni menyangkut akad-akad yang ditetapkan, aspek legalitas, struktur organisasi, bidang usaha yang dibiayai dan lingkungan kerja. Meningkatkan capacity building LKMS terkait dengan pemberian technical assistence berupa pendampingan manajemen, standarisasi SOP, penggunaan sistem IT, dan pemasaran produk. Usaha peningkatan ini dapat melibatkan departemen terkait yaitu koperasi dan UMKM, perindustrian dan perdagangan, serta BUMN seperti PNM atau bahkan LSM yang bergerak di bidang yang sama. Jika LKMS akan dikembangkan lebih lanjut dan untuk berfungsi lebih optimal, maka berikut tigas prasyarat perlu diberi perhatian;
1.      Pengawasan. Sampai saat ini, belum ada yang jelas kontrol dan pengawasan melalui mekanisme lembaga LKMS. Pada fungsi pengawasan yang dilakukan oleh aparat di tingkat Dinas Koperasi di tingkat kabupaten dan kecamatan serta masyarakat masih kurang memadai. Untuk mengoptimalkan fungsi LKMS, ada kebutuhan untuk lebih mengefektifkan mekanisme pengawasannya.
2.      Kemitraan. Kebutuhan untuk bermitra dengan fungsionaris penting lainnya (aparat pemerintah desa, kecamatan, kelompok masyarakat dan Koperasi Kelompok Kerja) sangat dirasakan oleh pengurus LKMS dan masyarakat. Kemitraan ini adalah penting untuk memenuhi fungsi pengawasan untuk peminjam LKMS dan juga sebagai sarana pelatihan/bimbingan untuk manajer.
3.      Transparansi pengelolaan keuangan LKMS masih minim. Manajer terkadang gagal atau tidak dapat menunjukkan laporan keuangan tetep yang rapi yang terbit per tahun atau biasa disebut Rapat Anggota Tahunan (RAT).[5]
  1. LKMS sebagai LKM Alternatif: Propek dan Tantangan
Dalam teori pembangunan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi memerlukan akumulasi modal (capital) melalui tabungan (saving) untuk mendukung investasi. Kenyataannya, komponen masyarakat yang mampu menabung adalah kelompok orak kaya, bukan dari kelompok orang miskin. Sehingga pertumbuhan ekonomi hanya dapat dimotori oleh kelompok masyarakat yang mampu melakukan pemupukan modal. Kehadiran BMT yang berbadan hukum koperasi memungkinkan para anggota binaannya yang umumnya masyarakat miskin untuk menabung agar supaya mengakumulasikan modal yang abnyak di BMT sehingga tersedia modal bagi masyarakat. BMT juga memberikan bonus kredit dengan nominal yang besar jika jumlah tabungannya juga besar. Dalam praktek BMT akumulasi modal tetap diharapkan dari orang-orang kaya (agniya) di sekitar BMT dan pasar baik sebagai penyandang dana pihak ketiga (DPK) maupun sebagai pembayar ZIS, atau yang emmanfaatkan jenis tabungan yang tersedia di BMT. Akumulasi dana ini kemudian disalurkan kepada pengusaha UMK dengan prosedur yang mudah dan persyaratan agunan yang tidak ketat seperti perbankan.
Pada kemnyataannya, masih banyak golongan miskin yang sulit mangakses keuangan mikro terutama dari lembaga keuangan formal (bank) karena kebijakannya belum mengakomodasi kebutuhan masyarakat miskin. Orang miskin umumnya mendapat layanan dari lembaga keuangan non formal, layanan keuangan mikro dari program pemerintah (dana bergulir), serta lembaga informal. Sedang golongan sangat miskin hanya memperoleh layanan keuangan mikro dari program pemerintah atau lembaga informal. Karena layanan keuangan mikro dari program pemerintah melalui sistem perguliran antar kelompok, akibatnya sering terjadi kelangkaan modal usaha bagi golongan miskin.
Kredit usaha juga kurang dapat diakses petani yang mayoritas tergolong miskin, karena skema kredit yang tersedia tidak sesuai dengan pola kegiatan usaha tani. Karena tidak dapatmengakses pelayanan bank, golongan miskin cenderung memanfaatkan layanan tabungan melalui lembaga informal (kelompok arisan) atau menyimpan dalam bentuk ternak atau hasil panen. Hal ini mengindikasikan bahwa potensi tabungan di kalangan golongan miskin sebenarnya cukup besar, hanya pelayannya yang belum menjangkau mereka.[6]
Seringkali keterbatasan asset yang dimiliki oleh UMK dijadikan alasan oleh kalangan perbankan untuk menolak pengajuan kredit skala mikor kecil. Padahal kredit itu bukan untuk digunakan sebagai kredit konsumtif, tapi kredit modal kerja atau kredit investasi. Tidak heran banyak pengusaha skala mikro kecil menengah yang lebih mempercayai rentenir yang bisa memberikan pinjaman dana cair setiap dibutuhkan. Karena prosesnya sangat mudah jika dibandingkan dengan pengajuan kredit ke bank serta tidak dibutuhkan agunan. Bunga yang cukup besar, bisa mencapai 2 persen per hari, tidak menjadi ganjalan bagi UMKM untuk mengajukan pinjaman kepada kalangan rentenir.
Dari sisi perbankan, ada peraturan-peraturan bank sentral yang harus dipenuhi agar kredit yang dikucurkan tersebut tidak mengganggu kesehatan bank. Sehingga timbul istilah 5C dalam kalangan perbankan untuk mengklasifikasikan apakah kredit itu bisa disetujui atau tidak. 5C tersebut adalah character, capacity to repay, condition economics, capital dan collateral. Permasalahan yang terlalu menghadangUMKM untuk mengakses fasilitas kredit, kalau tidak mengatakan yang utama, adalah agunan (collateral). Kebanyakan masyarakat yang sangat miskin (extremily poor) tidak memiliki sertifikat tanah dan rumah, BPKB, kendaraan bermotor atau hak kepemilikan lainnya untuk dijadikan agunan yang biasanya diisyaratkan oleh bank dan lembaga keuangan lainnya.
Keuangan mikro sejatinya adalah produk kegagalan industri perbankan dalam menyalurkan kredit ke kelompok miskin. Dalam sistem perbankan, keputusan pemberian kredit lebih ditekankan pada kriteria creditworthiness, yaitu kemmampuan debitur menjamin pengembalian pokok dan bunga pinjaman. Hal ini dikarenakan perbankan berbasis bunga memiliki kewajiban untuk pembayaran dana pihak ketiga dan bunganya. Dalam sistem seperti ini, dimana pengembalian pokok dan bunga dijamin tanpa terkait dengan return di sektor riil, modal finansial akan selalu bias ke kelompok kaya, kelompok yang pasti memilki creditworthiness lebih tinggi meskipun proyeknya tidak seproduktif proyek si miskin.
Seharusnya, modal bergerak ke tempat yang paling produktif bukan pada kemampuan membayar pokok dan bunga. Kenyataannya, dengan membebani bunga yang tinggi, kreditmacet semakin berpeluang terjadi. Disinilah prospek keberadaan LKMS dimana lembaga ini hanya akan memberikan modal ke usaha yang produktif seperti UMK dengan cara bagi hasil sehingga penggunaan modal akan efisien dan efektif. Hal seperti ini hanya akan terjadi dalam sistem dimana pemeberi modal finansial (LKMS) mau berbagi risiko dengan wirausahawan atas risiko usaha di sektor UMK.[7]
  1. Prospek Strategi dan Kendala Baitul Maal Wat Tamwil (BMT)
1.      Prospek Strategi
Koperasi syariah atau akrab dikenal dengan sebutan Baitulmal wattamwil (BMT) mengalami perkembangan cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan, sebuah lembaga inkubasi bisnis BMT mengestimasi saat ini terdapat sebanyak 3.200 BMT dengan nilai aset mencapai Rp 3,2 triliun. Bisnis tersebut hingga akhir tahun ini diproyeksi mencapai Rp 3,8 triliun. Meski demikian, Chief Secretary Organization (CSO) BMT Center, Noor Azis, yakin bahwa BMT di Indonesia masih bisa terus dikembangkan. Syaratnya, adanya dukungan dan komitmen pemerintah dalam mendorong perkembangan bisnis lembaga keuangan non bunga tersebut. Salah satu bentuk dukungan itu adalah melahirkan berbagai regulasi yang melindungi binsis keuangan mikro.
Searah dengan perubahan zaman, perubahan tata ekonomi dan perdagangan, konsep baitul mal yang sederhana itu pun berubah, tidak sebatas menerima dan menyalurkan harta tetapi juga mengelolanya secara lebih produktif untuk memberdayakan perekonomian masyarakat. Penerimaannya juga tidak terbatas pada zakat, infak dan shodaqoh, juga tidak mungkin lagi dari berbagai bentuk harta yang diperoleh dari peperangan. Lagi pula peran pemberdayaan perekonomian tidak hanya dikerjakan oleh negara.
Selain itu, dengan kehadiran BMT di harapkan mampu menjadi sarana dalam menyalurkan dana untuk usaha bisnis kecil dengan mudah dan bersih, karena didasarkan pada kemudahan dan bebas riba/bunga, memperbaiki/meningkatkan taraf hidup masyarakat bawah, Lembaga keuangan alternatif yang mudah diakses oleh masyarakat bawah dan bebas riba/bunga,Lembaga untuk memberdayakan ekonomi ummat,mengentaskan kemiskinan,meningkatkan produktivitas.
Jika kita membicarakan bagaimana kita membuat strategi untuk menumbuh kembangkan BMT di Indonesia dengan melihat prospek BMT yang telah kita bahas pada pembahasan diatas, ternyata ada beberapa strategi untuk meningkatkan kinerja untuk meningkatkan prospek dari BMT tersebut antara lain:
a)      Optimalisasi lembaga pemerintahan yang mengadakan pendanaan BMT secara melalui lembaga swasta seperti lembaga PT. Permodalan Nasional Madani terhadap BMT, akan tetapi itu dirasa kurang cukup kontributif untuk pengembangan BMT, karena belum ada penanganan khusus dari lembaga pemerintahan.
b)      Optimalisasi linkage program untuk penambahan permodalan BMT, baik itu antara BMT dan BPRS serta Bank Syariah, sehingga kemungkinan likuidasi BMT terjadi akan semakin mengecil.
c)      Sedangkan proses pengembangan BMT dapat dilakukan dengan proses berikut:
1)      Mengidentifikasi ulang kuantitas dan kualitas BMT dan UMK di Indonesia.
2)      Koordinasi dengan Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) dalam pengadaan pelatihan bagi para pengelola BMT agar manajemennya bisa berkembangan.
3)      Sosialisasi akan eksistensi BMT kepada masyarakat melalui media massa, sehingga masyarakat akan lebih cepat mengetahui adanya BMT dan keunggulannya.[8]
2.      Kendala-kendala yang dihadapi BMT
Dalam perkembangan BMT tentunya tidak lepas dari berbagai kendala. Adapun kendala-kendala tersebut diantaranya:
a)      Akumulasi kebutuhan dana masyarakat belum bisa dipenuhi BMT.
b)      Adanya rentenir yang memberikan dana yang memadai dan pelayanan yang baik dibanding BMT.
c)      Nasabah bermasalah.
d)      Persaingan tidak Islami antar BMT.
e)      pengarahan pengelola pada orientasi bisnis terlalu dominant sehingga mengikis sedikit rasa idealis.
f)       Ketimpangan fungsi utama BMT, antara baitul mal dengan baitutamwil.
g)      SDM kurang.
h)      Evaluasi Bersama BMT.[9]


















BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan yang muncul dalam pengembangan BMT di Indonesia terdiri dari 4 aspek penting yaitu: SDM, teknikal, aspek legal/sstruktural, dan aspek pasar/komunal. Penguraian aspek masalah secara keseluruhan  menghasilkan urutan prioritas: 1) kurangnya dukungan hukum; 2) pemngawasan dan pembinaan yang lemah; 3) tidak adanya lembaga ppenjamin simpanan (LPS); 4) lemahnya pemahaman SDM dan 5) persaingan.
Sedangkan prioritas solusi yang dianggap mampu menyelesaikan permasalahan terdiri dari: 1) pembentukan UU tentang BMT; 2) revisi regulasi; 3) pembentukan LPS BMT; dan 4) pendampingan. Sementara itu strategis linkage program BMT-BPRS-Bank Umum Syariah serta optimalisasi peran pemerintah lebih prioritas dibanding dengan strategi lain.

B.     Kritik dan Saran
Demikianlah makalah yang saya buat ini, saya menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan makalah ini. Untuk itu kritik dan saran yang membangun senantiasa saya tunggu guna perbaikan makalah ini selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, amin ya rabbal’alamin.













DAFTAR PUSTAKA

v  Nursali, dkk. 2004. Strategi Pengembangan Baitul Maal Wa Tamwil (BMT)dalam Memberdayakan Potensi Usaha Kecil dan Menengah sebagaiLembaga Keuangan Mikro Syariah. Universitas Brawijaya: Unpublished.
v  Wijono, Wiloejo W. 2005, “Pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro SebagaiSalah Satu Pilar Sistem Keuangan Nasional: Upaya Konkrit MemutusMata Rantai Kemiskinan.” Kajian Ekonomi dan Keuangan, Edisi Khusus,November (2005).
v  Siswanto. 2009, “Strategi Pengembangan Baitull Maal Wattamwil (BMT) DalamMemberdayakan Usaha Kecil dan Menengah”. Tesis pada ProgramPascasarjana Universitas Diponegoro.
v  Muhar, 2009. “Kebijakan dan Strategi Pengembangan Lembaga KeuanganMikro”. Jurnal Inovasi Vol. 6 No. 4 Desember 2009.
v  Ilmi, Makhalul SM. 2002. Teori dan Praktik Lembaga Keuangan Mikro Syariah.Yogyakarta: UII press.
v  Ascarya, 2005,“Analytic Network Process (ANP) Pendekatan Baru StudiKualitatif”. Makalah disampaikan pada Seminar Intern Program MagisterAkuntansi Fakultas Ekonomi di Universitas Trisakti, Jakarta






[1]Ascarya.”Analytic Network pRocess (ANP) Pendekatan Baru Studi Kualifitatif”. Makalah disampaikan pada seminar Intern Program Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi di Universitas Trisakti. Jakarta.2005.
[2]http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&ved=0CEIQFjAE&url=http%3A%2F%2Flib.ui.ac.id%2Ffile%3Ffile%3Ddigital%2F130315-D%252000622-Institusionalisasi%2520Syariah-Literatur.pdf&ei=HgmQVL-CAdOgugT6j4GACQ&usg=AFQjCNGhaYp92bZUjR6pVzSKNeQBFSgsQg&bvm=bv.81828268,d.c2E
[3]Makhalul Ilmi SM.”Teori & Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah”. Yogyakarta: UII Press. 2002. Hal 66-67
[4]W.Wiloejo wijono.”Pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro Sebagai Salah Pilar Sistem Keuangan Naisonal: Upaya Konkrit Memutus Mata Rantai Kemiskinan”.Kajian Ekonomi dan Keuangan, Edisi Khusus. November.2005.

[5]Siswanto.”Strategi Pengembangan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) dalam Memeberdayakan Usaha Kecil dan Menengah”.Tesis pada Program Pacasarjana Universitas Diponegoro.2009.

[6]https://www.academia.edu/5769858/APLIKASI_METODE_ANALYTIC_NETWORK_PROCESS_ANP_UNTUK_MENGURAI_PROBLEM_PENGEMBANGAN_BAITUL_MAAL_WAT-TAMWIIL_BMT_DI_INDONESIA
[7]Muhar.”kebijakan dan strategi pengembangan Lembaga Keuangan Mikro”. Jurnal Inovasi Vol.6 NO.4.Desember.2009.

[8]Nursali, dkk.Strategi pengembangan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) dalam Memperdayakan Potensi Usaha Kecil dan Menengah sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah. Universitas Brawijaya: Unpublished.

[9]http://stiebanten.blogspot.com/2011/05/pengaruh-prospek-dan-kendala-bmt-di.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar